Sunday, January 10, 2016

Penawaran dan Permintaan Gaharu



PENAWARAN dan PERMINTAAN
TERHADAP PRODUK HASIL HUTAN
“Gaharu”

Peran strategis sektor kehutanan sebagai modal dalam mewujudkan agenda target pembangunan nasional, menuntut konsekuensi pemberdayaan potensi sumber daya hutan dikelola secara arif dan bijaksana. Hal untuk menjaga kelangsungan fungsi dan manfaat hutan sebagai system penyangga kehidupan, hingga dapat terus memberikan manfaat ekologi, ekonomi, dan sosial budaya yang optimal bagi generasi sekarang maupun yang akan datang. Semakin tingginya aktivitas produksi hasil hutan kayu dan non kayu pada sisi penawaran akibat stimulus pada sisi permintaan yang meliputi kegiatan sektor-sektor industri pengolah hasil hutan kayu atau hasil hutan non kayu dan kegiatan sejenis lainnya. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) merupakan salah satu hasil hutan selain kayu dan jasa lingkungan.
Menurut Peraturan Menteri Kehutanan No. 35 Tahun 2007. HHBK adalah hasil hutan hayati baik hewani maupun nabati beserta produk turunan dan budidayanya kecuali kayu yang berasal dari hutan. HHBK ini merupakan sumberdaya hutan yang memiliki keunggulan komparatif dan paling bersingguan langsung dengan masyarakat sekitar hutan. Hasil Hutan Bukan Kayu adalah barang yang telah dipungut secara rutin sejak manusia mengenal hutan, dan diambil manfaatnya untuk berbagai tujuan, seperti meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pada umumnya, khususnya masyarakat sekitar hutan. Tentunya dengan pemanfaatan yang optimal dan intensif serta terencana dari industry hulu hingga hilir.
Menurut UU No.41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Pasal 23, disebutkan bahwa pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestariannya. Dalam pedoman ini pemanfaatan hasil hutan non-kayu adalah pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK) melalui pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan menerapkan prinsip kelestarian dan tetap memperhatikan fungsi hutan. Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK) dalam pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan tetap memperhatikan fungsi hutan dan aspek kelestarian hutan. Salah satu Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang harganya lebih tinggi dibandingkan HHBK lainnya (Wiyono dan Sumarkani 1998) adalah Gaharu.  Gaharu memiliki prospek pasar baik di dalam maupun di luar negeri. Prospek HHBK dimasa yang akan datang diprediksi akan semakin meningkat. Prospek yang semakin meningkat ini akan memiliki hubungan yang signifikan dengan kondisi ekonomi yang terus berkembang dan berubah seiring berjalannya waktu.
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui hubungan hukum penawaran dan permintaan terhadap produk hasil hutan dalam hal ini Hasil Hutan Bukan Kayu (Gaharu).
Gaharu merupakan salah satu komoditas Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) komersial yang bernilai jual tinggi. Indonesia merupakan Negara pengekspor gaharu terbesar di dunia tetapi gaharu yang diekspor sebagian besar merupakan gaharu yang berasal dari alam sedangkan gaharu hasil budidaya belum tercatat secara baik.  Gaharu merupakan kayu berwarna kehitaman dan mengandung resin khas yang dihasilkan oleh sejumlah spesies pohon dari marga Aquilaria. Bentuk produk gaharu yang merupakan hasil alami dari kawasan hutan yang dapat berupa cacahan, gumpalan atau bubuk. Nilai komersial gaharu sangat ditentukan oleh keharuman yang dapat diketahui melalui warna serta aroma kayu bila dibakar, masyarakat mengenal kelas dan kualitas dengan nama gubal, kemedangan dan bubuk. Selain dalam bentuk bahan mentah berupa serpihan kayu, saat ini melalui proses penyulingan dapat diperoleh minyak atsiri gaharu yang juga bernilai jual tinggi. Kata “gaharu” sendiri ada yang mengatakan berasal dari bahasa Melayu yang artinya “harum” ada juga yang bilang berasal dari Bahasa Sansekerta, yaitu “aguru” yang berarti kayu berat (tenggelam) sebagai produk damar, atau resin dengan aroma, keharuman yang khas. Resin ini digunakan dalam industri wangi-wangian karena berbau harum. Gaharu merupakan substansi aromatik (aromatic resin) berupa gumpalan atau padatan berwarna coklat muda sampai coklat kehitaman yang terbentuk pada lapisan dalam dari kayu tertentu yang sudah dikenal sejak abad ke-7 di wilayah Assam India yang berasal dari jenis Aqularia agaloccha rotb, digunakan terbatas sebagai bahan pengharum dengan melalui cara fumigasi (pembakaran). Gaharu sejak awal era modern telah menjadi komoditi perdagangan dari Kepulauan Nusantara ke India, Persia, Jazirah Arab, serta Afrika Timur.
Namun, saat ini diketahui gaharu pun dapat diperoleh dari jenis tumbuhan lain famili Thymeleaceae, Leguminaceae, dan Euphorbiaceae yang dapat dijumpai di wilayah hutan Cina, daratan Indochina (Myanmar dan Thailand), Malay Peninsula (Malaysia, Bruinai Darussalam, dan Filipina), serta Indonesia (Sumatera, Kalimantan, Papua, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat, maluku, Mataram dan beberapa daerah lainnya. Tetapi yang memiliki  prospek penjualan yang memiliki harga jual sangat tinggi adalah gaharu dari tanaman famili Themeleaceae dengan jenis Aquilaria spp. yang dalam dunia perdangangan disebut sebagai gaharu beringin. Untuk jenis gaharu dengan nilai jual yang relatif rendah, biasanya disebut sebagai gaharu buaya. Selain ditentukan dari jenis tanaman penghasilnya, kualitas gaharu juga ditentukan oleh banyaknya kandungan resin dalam jaringan kayunya. Semakin tinggi kandungan resin di dalamnya maka harga gaharu tersebut akan semakin mahal dan begitu pula sebaliknya. Secara umum perdagangan gaharu digolongkan menjadi tiga kelas besar, yaitu gubal, kemedangan, dan abu. Gubal merupakan kayu berwarna hitam atau hitam kecoklatan dan diperoleh dari bagian pohon penghasil gaharu yang memiliki kandungan damar wangi beraroma kuat. Kemedangan adalah kayu gaharu dengan kandungan damar wangi dan aroma yang lemah serta memiliki penampakan fisik berwarna kecoklatan sampai abu-abu, memiliki serat kasar, dan kayu lunak. Kelas terakhir adalah abu gaharu yang merupakan serbuk kayu hasil pengerokan atau sisa penghancuran kayu gaharu.
Indonesia mulai mengekspor secara langsung kayu gaharu (sejenis damar) ke China setelah sebelumnya melalui negara perantara seperti Taiwan, Singapura dan Hongkong. Ekspor langsung juga akan membuat harga di level petani menjadi lebih tinggi karena tidak ada biaya yang dikeluarkan untuk pihak ketiga. Di pasar internasional, permintaan gaharu mencapai 4.000 ton per tahun dan China telah menjadi salah satu importir gaharu terbesar sebanyak 500 ton per tahun. Sebagian besar kayu gaharu Indonesia diekspor ke Saudi Arabia, Emirat Arab, Taiwan, Singapura, Hongkong, AS dan Uni Eropa. Namun karena adanya permintaan yang cukup tinggi dari luar negeri terhadap gaharu tersebut terutama dari jenis Aquilaria malacensis, menjadikan tingginya nilai jual terhadap jenis komersial ini.
Dalam lima tahun terakhir total ekspor kayu gaharu Indonesia mencapai 170-573 ton dan menghasilkan devisa sebesar US $26 juta di tahun 2006 dan meningkat menjadi US $86 juta pada tahun 2010. Kayu gaharu yang biasa diekspor berbentuk chips, blok, bubuk dan minyak.
Potensi gaharu di Indonesia diperkirakan mencapai 600.000 ton setahun dengan sentra produksi di Papua, Kalimantan dan Sumatera. Harga gaharu Indonesia berkisar antara Rp 100.000 dan Rp 150.000 per kilogram tergantung kualitasnya.
Kualitas terbaik gaharu di Indonesia berasal dari hutan Kalimantan Timur yang bisa terjual hingga Rp 150 juta per kilogram. Di China jenis kayu tersebut dapat terjual hingga Rp 400 juta per kilogram, sedangkan di kawasan Timur Tengah harganya bisa mencapai Rp 300 juta per kilogram.
Kebutuhan akan ekspor gaharu di Indonesia memang semakin meningkat sampai tahun 2000. Namun, sejak saat itu hingga akhir tahun 2002 produksi gaharu semakin menurun dan rata-rata hanya mencapai sekitar 45 ton/tahun. Hal tersebut diduga disebabkan oleh intensitas pemungutan yang relatif tinggi khususnya dari jenis penghasil gaharu yang mempunyai kualitas dan nilai jual yang tinggi hingga tahun 2000 tanpa diimbangi adanya upaya pelestarian dan pembudidayaan.
Dengan memperhatikan kuota permintaan pasar akan komoditas gaharu yang terus meningkat maka pembudidayaan gaharu pun memiliki prospek yang cukup tinggi dalam upaya untuk mempersiapkan era perdagangan bebas di massa mendatang. Di lihat dari tahun 2000, kuota permintaan pasar sekitar 300 ton/tahun. Namun hingga tahun 2002, yang baru bisa direalisasikan untuk memenuhi kebutuhan pasar, hanya sekitar 10% - 20% saja atau sekitar  30 ton setiap tahunnya.  Gaharu kualitas super dan double super dihargai mulai dari 5 juta rupiah sampai US $ 10.000 ditingkat internasional  dapat mencapai  $ 10.000  per kg (Sumarna, 2002). Khusus untuk jenis Aquilaria malaccensis yang mempunyai kualitas dan bernilai jual yang tinggi.  
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, semakin tingginya permintaan gaharu di pasaran mengakibatkan sedikitnya penawaran. Harga jual gaharu semakin tinggi tetapi permintaan pun tetap tinggi. Hal ini dikarenakan banyak konsumen yang mencari gaharu sebagai HHBK yang memiliki nilai ekonomi tinggi.
Selain itu terdapat faktor yang mempengaruhi antara lain selera konsumen yang lebih menyukai gaharu sebagai HHBK unggulan dibandingkan dengan HHBK yang lain, terdapat perkiraan harga gaharu di waktu mendatang yang akan semakin naik sehingga dijadikan peluang untuk menyimpan dan memperoleh gaharu di masa sekarang akan memberikan keuntungan dimasa mendatang. Permintaan gaharu meningkat tetapi bahan baku yang tersedia sedikit hal ini dikarenakan adanya kelangkaan bahan baku. Kelangkaan bahan baku inilah yang mengakibatkan meningkatnya harga di pasaran. 

Daftar pustaka

Satria, Benni., Gustian., Darnetti., Kasim.,  Musliar. 2008. Artikel Ilmiah Penelitian Hibah Bersaing  : Kompatibilitas Interaksi Jamur Pathogen dan Stressing Agens dengan Tanaman Penghasil Gaharu (Aquilaria spp)  dalam Upaya Peningkatan gubal gaharu. Jurnal Sainstek (akreditasi) Lembaga Penelitian UNP; Diterbitkan.
Purba, Sukendra. 2011. Analisis permintaan dan penawaran hasil hutan kayu di Propinsi Sumatera Utara. UPT Perpustakaan UNIMED.

Senu Blog of Forestry. 2008. Perkembangan Gaharu dan Prospeknya di Indonesia. Blog.(Online), http://forestry senu57.blogspot.com/2008/01/perkembangan-gaharu-dan-prospeknya-di.html. Diakses 20 Maret 2013.
Organisasi.Org. 2009. Pengertian Permintaan dan Penawaran, Hukum dan Faktor yang Mempengaruhi. Perpustakaan Online. (Online), http://organisasi.org/pengertian-permintaan-dan-penawaran-hukum-faktor-yang-mempengaruhi. Diakses 21 Maret 2013.
Djaenudin, Deden. 2012. Prospek Gaharu Budidaya & Regulasi yang dibutuhkan. Puspijak.