Friday, January 8, 2016

Pengelolaan Hutan Melalui Pola Kemitraan



PENGELOLAAN HUTAN MELALUI KEMITRAAN

Hutan merupakan salah satu kekayaan alam hayati yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yang menjadi aset berharga dalam mendatangkan devisa bagi negara, sehingga dapat memberi kontribusi yang tinggi dalam pelaksanaan pembangunan nasional secara berkesinambungan. Namun terkadang dalam kebijakan penguasahaan hutan cenderung berpihak kepada usaha skala besar, hal ini mengakibatkan ketimpangan akses dan penguasahaan sumber daya hutan yang berdampak pada pemiskinan dan kemiskinan masyarakat yang hidupnya tergantung pada hutan, konflik berkepanjangan dan kerusakan sumberdaya hutan (Kemitraan, 2012).
Kekeliruan kebijakan yang berpihak kepada usaha skala besar ini telah disadari pemerintah. Untuk itu pemerintah mulai memberikan alokasi pemberian ijin pengelolaan hutan kepada masyarakat dengan mengakomodasi pola-pola pengelolaan aslinya. Ini terus berkembang dengan kebijakan hutan kemasyarakatan/HKm, Kebijakan hutan desa (HD) dan hutan tanaman rakyat (HTR) yang terus berkembang hingga saat ini. Walaupun kebijakan ini belum sempurna, seperti belum diakomodasikannya Hutan Adat dan panjangnya proses mendapatkan ijin, tetapi hal ini sudah membuka ruang bagi masyarakat dalam pengelolaan hutan.
Pemberdayaan Masyarakat merupakan salah satu program prioritas Kementrian Kehutanan melalui pemberian askes bagi masyarakat dalam pengelolaan hutan. Pemberian askes pengelolaan hutan ini dilaksanakan melalui skema Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD) dan Kemitraan. Selain ketiga skema tersebut, berdasarkan Peraturan Pemerintah no.6/2007 tentang Tata Hutan, Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan, pengelolaan hutan berbasis masyarakat juga dapat dilakukan dengan skema Hutan Tanaman Rakyat (HTR). Seluruh skema pengelolaan hutan berbasis masyarakat dalam kebijakan Kementrian Kehutanan saat ini telah memberikan kejelasan akses dalam bentuk ijin pemanfaatan/pengelolaan hutan. Skema ini akan memberikan jaminan hak kelola yang berpotensi untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin khususnya masyarakat yang hidupnya tergantung pada sumber daya hutan. Dan kebijakan pengelolaan hutan berbasis masyarakat ini juga menjadi bagian dari koreksi terhadap pengelolaan hutan yang didominasi oleh usaha skala besar dalam kebijakan pada masa lalu.
Pemberdayaan masyakat melalui skema kemitraan dalam PP No. 6 Tahun 2007 Paragfaf 4 Pasal 99 tentang Kemitraan :
Ayat 1   pemberadayaan masyarakat setempat dapat dilaksanakan malalui kemitraan sebagai mana dimaksud dalam Pasal 84 huruf c, dalam hal :
a.     Kawasan hutan bersangkutan telah diberikan ujin pemanfaatan hutan; atau
b.    Kawasan hutan yang bersangkutan telah diberikan hak pengelolaan hutan kepada badan usaha milik Negara (BUMN) bidang kehutanan.
Ayat 2   Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya wajib memfasilitasi terbentuknya kemitraan antara masyarakat setempat dengan pemegang izin pemanfaatan hutan atau pemegang hak pengelolaan dengan masyarakat setempat

Penjelasan dari peraturan di atas dapat diartikan bahwa kemitraan adalah kerjasama antara masyarakat setempat dengan pemegang ijin pemanfaatan atau pemegang hak pengelolaan hutan, dengan prinsip kesetaraan dan saling menguntungkan. 
Pengusahaan hutan berbasis kemitraan merupakan pelaksanaan pengusahaan yang dilakukan oleh badan usaha yang merupakan hasil koorporasi atau kolaborasi antara masyarakat (Pemilik lahan, masyarakat yang bermukim di dalam hutan dan di sekitar kawasan hutan, masyarakat adat) dengan badan usaha mitra kerja dengan segala kewajiban atas pelaksanaan pengusahaan ditanggung oleh badan usaha tersebut. Pada skema ini masyarakat bekerja sama dengan badan usaha lain yang dinilai kapabel untuk menjalankan usaha secara bersama-sama sesuai dengan kompetensinya masing-masing. Untuk menjamin kelangsungan kerja sama yang bersifat saling menguntungkan secara berkeadilan antara masyarakat dan mitra kerja.
Kemitraan dibuat dalam Dokumen Kerjasama (permodalan, teknis, dan manajerial) dan jenjang waktu kerjasama yang dilakukan serta distribusi hasil yang diperoleh. Surat Perjanjian Kerjasama ini harus dilakukan dihadapan Notaris dan disahkan oleh Pemerintah Daerah. Bentuk koorporasi usaha adalah Penyertaan Model oleh masyarakat. Nilai hutan dianggap sebagai penyertaan saham masyarakat yang besarnya dihitung berdasarkan potensi hutan. Sedangkan investasi/modal awal merupakan saham dari mitra kerja. Besarnya proporsi saham akan menentukan proporsi pembagian keuntungan (laba usaha), yang dicantumkan dalam Surat Perjanjian Kerja Sama. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan dalam kerjasama ini terjadi hubungan simbiotik mutualis, baik pihak masyarakat maupun pihak mitra kerja. Salah satunya dengan pola bagi hasil antara berbagai pihak yang terkait berdasarkan kontribusi dari masing-masing pihak. 
Selanjutnya dengan skema kemitraan dalam pengusahaan hutan ini diharapkan memberikan manfaat yang dapat diterima oleh masyarakat berupa bagian keuntungan pengusahaan (deviden), serta gaji dan upah keterlibatan mereka dalam proses pengelolaan hutan. Pengusahaan hutan berbasis kemitraan ini tidak hanya menyangkut teknis silvikultur saja tetapi juga menyangkut managerial yang berkaitan dengan faktor sosial, ekonomi dan budaya masyarakat setempat. Oleh karena itu untuk menunjang keberhasilan pembangunan hutan berbasis kemitraan perlu adanya keterlibatan berbagai pihak yang dilandasi oleh tujuan memperoleh manfaat. Model pembangunan hutan kemitraan yang akan dibangun berdasar pada pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna serta hasil penelitian dan pengembangan dan pola bagi hasil dilakukan dengan mitra sejajar secara proporsional, dan Hal terpenting yang diharapkan melalui pola kemitraan ini adalah terjadinya transfer pengetahuan dan teknologi pengusahaan hutan dan pengelolaan usaha dari mitra kepada masyarakat.
Untuk itu dalam kesepakatan kerjasama antara badan usaha masyarakat dengan badan usaha mitra harus ada upaya untuk melibatkan masyarakat dalam proses pengusahaan hutan dan pengelolaan usaha yang dituangkan dalam perjanjian kerjasama dan menjadi syarat pengurusan ijin usaha.

DAFTAR PUSTAKA
Suhirman, Alamsyah, Zulkifli., Zaini, Ahmad., Sulaiman., Nikoyan., Anas. 2012. Studi Perencanaan dan Penganggaran bagi Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat di Indonesia. Kemitraan. Jakarta.

Rahmina. 2012. Pilihan Skema Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Dalam Mitigasi Perubahan Iklim. Forclime. Jakarta.

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan,serta Pemanfaatan Hutan.






No comments:

Post a Comment