“HUBUNGAN
KAYU DAN AIR”
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Kayu berasal dari pohon. Namun demikian,
tidak semua tumbuhan memiliki batang berkayu. Kriteria yang umum digunakan
sebagai ciri untuk membedakan tumbuhan berkayu dan tumbuhan tidak berkayu
adalah tumbuhan berkayu haruslah tumbuhan Vaskuler, artinya memiliki jaringan
pengangkut (Xylem dan Phloem), tumbuhan tersebut perennial, artinya dapat
berumur beberapa tahun, tumbuhan tersebut dapat hidup dari tahun ke tahun dan
mempunyai batang, dan tumbuhan tersebut mengalami penebalan sekunder, artinya
mempunyai batang yang bertambah besar (menambah diameter). Pada umumnya ada
tiga macam tumbuhan berkayu : pohon, semak, dan liana berkayu.
Setiap potong kayu, tanpa
memperhatikan asalnya, memiliki beberapa ciri secara umum yaitu semua kayu
adalah struktur bersel, bersifat anisotropis, yaitu menunjukan adanya perbedaan
sifat fisika bila diamati pada ketiga arah yang bebeda (tangensial,
longitudinal, dan radial), bersifat higroskopis, yaitu melepas dan mengisap air/uap
air sebagai akibat perubahan suhu dan kelembaban lingkungan, dapat dihancurkan
secara biologis, dapat terbakar, cukup tahan terhadap bahan kimia, dan kayu
cukup awet.
Diantara sifat kayu tadi, salah satunya
ialah sifat higroskopisitasnya.Sifat higroskopisitas kayu tidak lain adalah
akibat adanya hubungan kayu dengan air.
PEMBAHASAN
Pengertian
Kayu
Kayu merupakan bahan organic yang terdiri
dari selulosa, hemiselulosa dan lignin serta zat ekstraktif. Kayu juga
merupakan salah satu produk alam berupa bahan berlignosesulosa hasil proses
fotosintesis dari tumbuhan berupa pohon. Pohon didefinisikan sebagai tanaman
berkayu yang mempunyai tinggi 15-20 kaki atau lebih dengan batang pokok yang
tunggal. Pertambahan volume pada batang pohon terjadi karena pertumbuhan tinggi
dan diameter. Pertumbuhan memanjang pohon merupakan hasil peningkatan jaringan
yang berasal dari meristem apical pada ujung pohon dan pertambahan diameter
terjadi karena meristem lateral yaitu cambium vaskuler antara xylem (kayu) dan
phloem (kulit).
Sifat
Kayu hubungannya dengan air
Kayu yang tersusun oleh lignoselusosa
menyebabkan kayu bersifat higroskopis yaitu menyerap air pada kondisi lebih
kering dan akan melepas air pada kondisi lebih basah dari lingkungannya.
Susunan sel yang berbeda pada bidang yang terdapat pada kayu menyebabkan kayu
memiliki sifat yang berbeda pada tiga bidang yang dimilikinya yaitu tangensial,
radial, dan longitudinal yang biasa disebut dengan sifat anisotropis. Sebagai
akibat dari sifat higroskopis dan anisotropis menyebabkan kayu memiliki
karakteristik yang unik dibandingkan bahan lain yaitu mengalami kembang susut
yang berbeda pada arah tiga dimensinya (tangensial, radial, dan longitudinal).
Kelembaban kayu sangat dipengaruhi oleh
kelembaban dan suhu udara pada suatu saat. Makin lembab udara di sekitarnya
akan makin tinggi pula kelembaban kayu sampai keseimbangan dengan
lingkungannya. Dengan masuknya air ke dalam kayu itu, maka berat kayu akan
bertambah. Selanjutnya masuk dan keluarnya air dari kayu menyebabkan kayu itu
basah atau kering. Akibatnya kayu itu akan mengembang atau menyusut
(Dumanauw,2003).
Perubahan-perubahan
kadar air umumnya sangat besar pada permukaan kayu dimana perubahan-perubahan
kadar air berlangsung cepat. Sebaliknya di bagian dalam kayu perubahan kadar
air lembih lambat, sebab waktu yang dibutuhkan oleh air untuk berdifusi dari
atau ke bagian luar kayu lebih lama. Oleh karena itu, dalam sepotong kayu
umumnya terdapat dua kelainan kadar air kayu, yaitu kadar yang rendah (kecil)
pada permukaan kayu dan kadar air yang tinggi (besar) pada bagian dalam kayu.
Diantara sifat fisis kayu yang paling
penting adalah berat jenis dan sifat higroskopisitasnya. Sifat higroskopisitas
kayu tidak lain adalah akibat adanya hubungan kayu dengan air.
Kayu bersifat higroskopis yaitu menyerap
air pada kondisi lebih kering dan akan melepas air pada kondisi lebih basah
dari lingkungannya. dan umumnya pohon yang masih berdiri mengandung air hingga
200 – 300 % dari volume pohon tersebut. Apabila pohon ditebang dan kayunya
diambil, maka kayu tersebut akan mulai kehilangan kadar airnya karena tidak
lagi mampu menyerap air dan akan melepaskan air karena kondisi lingkungan
disekitarnya.
Kadar air kayu
berturut-turut dimulai dari kondisi segar, basah, titik jenuh serat, kadar air
tertentu, kering udara dan kering tanur. Brown et al. (1952) menyatakan kadar
air kayu adalah banyaknya air yang terdapat dalam kayu yang dinyatakan dalam
persen terhadap berat kering tanurnya. Dengan demikian standar kekeringan kayu
adalah pada saat kering tanur.
Kandungan
air dalam Kayu
Air di dalam kayu terdiri dari dua bentuk
air terikat dan air bebas. Air terikat adalah air yang terdapat pada dinding
sel. Air bebas terdapat pada rongga sel. Jumlah air bebas tergantung porositas
dan volume kayu (Siau, 1971).
Air dalam kayu tediri dari air bebas dan
air terikat dimana keduaanya secara bersama-sama menentukan kadar air kayu.
Air dalam kayu segar teletak di dalam
dinding sel dan dalam rongga kayu. Apabila kayu dikeringkan selama pengelolaan
semua cairan dalam rongga sel dikeluarkan. Akan tetapi, rongga sel akan selalu
berisi sejumlah uap air. Selama terdapat air di dalam rongga sel, dinding sel
akan jenuh. Selain itu, kebanyakan sifat fisis kayu (selain berat) tidak dipengaruhi
oleh perbedaan mengenai banyaknya air dalam rongga sel (Haygreen dan Bowyer,
1996). Dalam satu pohon kadar air segar bervariasi tergantung tempat tumbuh dan
umur pohon (Haygreen dan Bowyer, 1993).
Kollmann
dan Cote (1968) menyatakan bahwa biasanya kayu akan bertambah kuat apabila
terjadi penurunan kadar air, terutama bila terjadi dibawah titik jenuh serat. Berat, penyusutan, kekuatan dan sifat lainnya
tergantung pada kadar air kayu.
PENUTUP
Kesimpulan
· ciri untuk
membedakan tumbuhan berkayu dan tumbuhan tidak berkayu adalah tumbuhan berkayu
haruslah tumbuhan Vaskuler, artinya memiliki jaringan pengangkut (Xylem dan
Phloem), tumbuhan tersebut perennial, artinya dapat berumur beberapa tahun,
tumbuhan tersebut dapat hidup dari tahun ke tahun dan mempunyai batang, dan
tumbuhan tersebut mengalami penebalan sekunder, artinya mempunyai batang yang
bertambah besar (menambah diameter).
· Ciri-ciri
umum kayu ialah struktur bersel, bersifat anisotropis, yaitu menunjukan adanya
perbedaan sifat fisika bila diamati pada ketiga arah yang bebeda (tangensial,
longitudinal, dan radial), bersifat higroskopis, yaitu melepas dan mengisap
air/uap air sebagai akibat perubahan suhu dan kelembaban lingkungan, dapat
dihancurkan secara biologis, dapat terbakar, cukup tahan terhadap bahan kimia,
dan kayu cukup awet.
·
Diantara sifat kayu, salah satunya ialah
sifat higroskopisitasnya. Sifat higroskopisitas kayu tidak lain adalah akibat
adanya hubungan kayu dengan air.
·
Kayu yang tersusun oleh lignoselusosa
menyebabkan kayu bersifat higroskopis yaitu menyerap air pada kondisi lebih
kering dan akan melepas air pada kondisi lebih basah dari lingkungannya.
· Masuknya
air ke dalam kayu, maka berat kayu akan bertambah. Selanjutnya masuk dan
keluarnya air dari kayu menyebabkan kayu itu basah atau kering. Akibatnya kayu
itu akan mengembang atau menyusut (Dumanauw,2003).
· Dalam
sepotong kayu umumnya terdapat dua kelainan kadar air kayu, yaitu kadar yang
rendah (kecil) pada permukaan kayu dan kadar air yang tinggi (besar) pada
bagian dalam kayu.
· Kadar
air kayu berturut-turut dimulai dari kondisi segar, basah, titik jenuh serat,
kadar air tertentu, kering udara dan kering tanur. Brown et al. (1952)
menyatakan kadar air kayu adalah banyaknya air yang terdapat dalam kayu yang
dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanurnya. Dengan demikian standar
kekeringan kayu adalah pada saat kering tanur.
· Air
di dalam kayu terdiri dari dua bentuk air terikat dan air bebas. Air terikat
adalah air yang terdapat pada dinding sel. Air bebas terdapat pada rongga sel.
· Kollmann
dan Cote (1968) menyatakan bahwa biasanya kayu akan bertambah kuat apabila
terjadi penurunan kadar air, terutama bila terjadi dibawah titik jenuh
serat. Berat, penyusutan, kekuatan dan
sifat lainnya tergantung pada kadar air kayu.
No comments:
Post a Comment